[Travel] Surya Kencana Membuat Rindu (Part 2)
Ini adalah lanjutan tulisan saya setahun lalu. Banyak kendala untuk melanjutkan tulisan ini, rasa malas yang paling dominan. Tidak sesuai dengan resolusi menulis saya tiap tahun.
Tapi tentunya lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Semakin cepat diniatkan, semakin cepat pula hal ini terwujud, dalam kasus saya 'hal ini' adalah menulis. Tulisan saya berikut ini akan dimulai dengan hati yang sungguh-sungguh memunculkan kembali hobi lama sambil mendengarkan soundtrack drama Because This is My First Life - MeloMance – I Want To Love (사랑하고 싶게 돼). Selamat membaca.
Setelah sampai di Alun-Alun Surya Kencana saya dan rekan-rekan seperjuangan mendirikan tenda (yang salah dalam posisinya, menurut teman saya). Pasak-pasak tenda kami berdiri di sebuah tempat yang mirip dengan lapangan karena hampir semua tempat sudah terisi penuh oleh tenda para pendaki lainnya. Mengapa saya sebut salah? Karena kami tidak mendapat perlindungan untuk hawa dingin yang menyergap kami ditengah tanah lapang itu T.T. Tidak ada pepohonan yang melingkupi kami (dampaknya akan saya ceritakan di paragraf berikutnya).
Tapi diluar kesalahan pendirian tenda tersebut, saya sungguh menikmati pencapaian saya hari itu. Didepan mata saya terbentang gumpalan kabut yang begitu indah, bagaikan awan raksasa yang siap menenggelamkan kami dalam keelokannya. Seperti foto dibawah ini.
Selain itu, saya begitu kagum dengan hamparan pohon edelweis didepan saya. Walaupun ketika saya tiba disana bunga-bunga itu kuncup karena dilanda hujan lebat, tapi itu tidak menjadi masalah. Karena tetap membuat saya kagum.
Malam tiba... ini adalah malam tersulit seumur hidup saya. Namun menjadi pengalaman paling berharga. Saya hampir terserang hypotermia. Saat itu cuaca semakin dingin, saya lupa itu pukul berapa, yang saya ingat hari sudah gelap namun belum terlalu malam. Saya merasakan lelah yang teramat sangat. Rekan saya sudah tertidur pulas dalam balutan sleeping bag. Sementara saya masih menggigil karena kedinginan. Padahal menurut saya pakaian saya cukup tebal, sleeping bag mumpuni, sarung tangan dan kaus kaki pun aman. Namun, suara desiran hujan dan suara orang ribut-ribut membuat tenda disamping tenda saya membuat saya sangat terganggu. Tidur saya tidak cukup baik, hingga ketika tidak ada lagi suara yang terdengar ditelinga saya. Saya terbangun. Gigi saya bergemelutuk, semua posisi tidur sudah saya coba namun saya tetap merasa hawa yang amat dingin menusuk tulang saya. Lalu saya berusaha bangun dengan kekuatan yang masih tersisa, saya duduk, masih dengan sleeping bag yang melekat ditubuh saya.
Pikiran saya melayang, saat itu saya seperti sedang bermimpi atau berhalusinasi. Saya merasa tubuh saya yang semula dingin berubah menjadi panas. Lalu saya melihat ada empat orang duduk didepan saya meminta suatu benda yang saya tidak tahu apa, namun dalam mimpi atau halusinasi itu saya memberikan keempat orang itu masing-masing benda berbeda yang mereka minta. Setelah itu saya melepaskan sarung tangan saya karena saya masih merasa kepanasan. Saya benar-benar merasa lelah. Lalu saya tertidur sambil bersandar pada tubuh teman saya. Entah ini termasuk cerita mistis atau tidak, tapi hal tersebut melekat jelas dalam ingatan saya.
Keesokan paginya saya merasa situasi masih normal. Hingga saat kami bersiap-siap untuk turun melalui jalur Cibodas. Saya merasa tubuh saya kuat namun pikiran saya tidak. Tapi saya tetap semangat karena rekan saya bilang bahwa dijalur ini, kami akan disuguhi pemandangan rupawan.
Benar saja, dipuncak gunung kami disuguhkan dengan lereng gunung berkawah yang menurut sebagian orang sangat indah namun untuk seorang acrophobia seperti saya tempat itu cukup menyeramkan. Bahkan foto saya ketika dipuncak tidak ada yang cukup bagus untuk dikenang :') Dijalur yang tidak jauh dari puncak, jalanannya kecil, berbatu dan membuat saya was-was. Tapi saya tetap suka.
Ditambah lagi, pulang melalui jalur ini ada tempat yang dinamakan tanjakan setan karena kita harus turun/naik melalui tebing 90* menggunakan seutas tali. Saya belum pernah sama sekali melakukan panjat tebing dan tiba-tiba saya harus melakukannya di alam sungguhan tanpa berlatih. But you know what? Pengalam itulah yang paling tidak terlupakan. It's a pleasure to experience that.
(tanpa daypack karena saya sempat mual dan lemas, jadi teman saya yang membawa milik saya)
Di jalur Cibodas ini juga ada sumber air panas yang adalah kenikmatan bagi semua pendaki yang lewat. Urat-urat kaki yang tegang melemas ketika dicelupkan kedalam air hangat alami itu. Sungguh rasanya tidak ingin beranjak. Tapi maaf saya tidak punya fotonya karena saat itu cuaca sedang gerimis sehingga rekan saya yang membawa kamera enggan mengeluarkannya.
Setelah melewati sumber air panas, kami melewati jembatan kayu yang super duper ok. Ini adalah darat terbaik bagi saya. Karena tidak ada darat turun naik yang membuat kaki saya lemas.
Dalam waktu cukup lama akhirnya kami sampai di tujuan akhir kami. Rasanya seperti saya ingin segera pulang ke rumah. Istirahat. Karena kondisi saya saat turun benar-benar tidak baik. Sepanjang langkah saya hanya menyebut dua kata "Amang Tahe". Entah sudah berapa ratus kata itu yang sudah saya ucapkan sampai di pos terakhir.
Walaupun melelahkan, sangat amat melelahkan bagi saya. Tapi hari itu sungguh luar biasa. Pengalaman yang tak akan pernah saya lupakan. Alun-Alun Surya Kencana memang begitu dasyat.
Comments