[FanFict] DO TIMJANG VOICE 3
“Kau bisa
menyelesaikan tugas ini dengan baik, aku yakin. Himne! Aku tidak pandai
berkata-kata. Sekian. Do Kang Woo”. Sudut bibirku tertarik ke belakang dengan
sendirinya. Wajahku tiba-tiba memanas. Ku lirik sekitarku, memastikan tidak ada
yang melihatku salah tingkah karena secarik kertas ini. Aman.
Ini pertama
kalinya ia menulis surat, untuk ku.
Si lelaki
pemarah itu telah menghilang selama pelajaran terakhir dan tak kembali lagi
sampai detik ini. Sekali lagi ia membolos. Aku yakin ia sedang membaca buku
disudut perpustakaan untuk memuaskan rasa laparnya akan pengetahuan. Mungkin
orang-orang yang baru pertama kali melihatnya tidak akan pernah menyangka bahwa
si lelaki dengan wajah tegas dan tatapan tajam itu beserta seragamnya yang
selalu tidak rapi adalah seorang kutu buku. Si jenius yang tak tersentuh.
Bahkan sebagian besar murid disekolah ini sudah menjulukinya The Real Bad Boy,
Si Garang Jenius, Si Siberian Husky Tampan.
Tapi bagiku
ia hanya tetangga biasa hhmmm cukup tampan dan hhmmm cukup jenius juga, tapi
bukan tipeku. Atau lebih tepatnya, aku tidak memiliki tipe spesifik karena aku
benar-benar tidak tertarik pada laki-laki. Tapi bukan berarti aku suka
perempuan, aku hanya tidak tertarik, ya semacam aku ingin hidup sendiri.
Tepat
setengah jam sebelum bel akhir pelajaran berbunyi. Aku masih meremas kertas
surat dari Do Kang Woo sambil melangkah menuju perpustakaan. Dua lorong sudah
ku lewati dan kumasuki ruang penuh buku-buku ini.
“Do Kang
Woo?” tanyaku pada ahjumma petugas perpustakaan yang selalu meloloskan Kang Woo
dari jam terakhir.
Ia
tersenyum, memberikan isyarat melalui sudut bibirnya yang mengerucut lucu. Aku
menyusuri rak-rak buku bagian Psikologi dan sudut rak aku menemukan Si Siberian
Husky Tampan itu sedang asik melahap lembar demi lembar buku berjudul Psikologi
Kriminal.
“Kenapa
kemari?” ia tahu bahwa aku ada dibelakangnya walaupun ia hanya focus pada
bukunya.
“Aku bosan
dikelas, guru tidak datang” aku mengambil salah satu buku yang paling dekat
denganku, mencoba meniru gayanya.
“Kalau
begitu kembalikan kertas yang ku berikan padamu, aku menulisnya karena ku pikir
kau akan melatih pidatomu dipelajaran terakhir bersama guru” ia menengadahkan
tangannya sambil menatapku.
“siro” aku
menjulurkan lidahku. Membuatnya kesal.
“Ya! Kang
Kwon Joo!!!!” Ia hampir meneriaki ku karena ia paling tidak suka diledek
seperti itu.
Karena aku
suka melihatnya tersulut api, ku lanjutkan aksiku dengan terus menggodanya.
“Ya! Kau
ini, kembalikan” ia bangkit dari bangkunya, meninggalkan buku yang ia baca
diatas meja, lalu berusaha meraih kertas ku sembunyikan digenggamanku
dibelakang punggung.
Ia
benar-benar berusaha. Sampai akhirnya ia berhasil meraih lenganku. Ia
mendekatkan tubuhnya yang tinggi dan memerangkapku diantara kedua lengannya dan
buku-buku disudut rak.
“berikan
padaku atau kau akan terima akibatnya” ia berbisik tepat ditelingaku yang
memerah.
“siro” aku
juga masih berusaha keras. Namun akhirnya kedua tangannya berhasil menangkap
tanganku yang kusembunyikan dibalik badanku. Rasanya seperti Kang Woo akan
memelukku. Aku benar-benar tidak tahan berada sedekat ini dengannya, bukan
karena aku menyukainya, hanya saja terasa aneh berada terlalu dekat dengannya
dalam situasi seperti ini.
“aku
menangkapmu,” ujarnya lagi sambil berusaha membuka genggamanku. Aku berusaha
semakin kuat agar tidak terbuka namun tenaga Kang Woo membuat kami berdua
akhirnya terjatuh diatas tumpukan buku-buku yang sudah using.
“Kang
Woo-ya….” aku terkejut. Jantungku berdebar kencang, Kang Woo kini menimpa
tubuhku. Ia berusaha menahan berat badannya dengan kedua sikunya.
Aku bisa
merasakan napasnya dipipiku, harum. Ujung hidungnya bahkan mengenai sisi
hidungku. Matanya menunjukkan kebingungan, alih-alih menatapku ia malah
menurunkan pandangannya. Hampir seperti orang yang hendak menutup matanya karena
takut.
Aku tidak
pernah sedekat ini dengan Kang Woo. Walaupun aku terperangah, aku dapat melihat
alisnya yang tegas begitu mempesona. Lipatan matanya yang gugup bahkan
memberikan keindahan tersendiri. Hidung dan bibirnya yang tipis tak mampu
terkatup karena rasa syok yang kami alami. Ia menelan ludahnya, membuat adam’s
apple-nya bergerak naik turun. Aku dapat merasakan kegugupannya, sama
sepertiku.
Kedua
tangan menekan kedua lenganku diatas kepala kami. Sungguh posisi yang bisa
membuat siapapun yang melihatnya akan salah sangka. Tapi dalam beberapa detik
kami tidak bersuara, tidak juga bergerak. Kami tidak tahu kapan waktunya harus
bangun, ucapan apa yang harus kami katakana satu sama lain ketika kami sudah
bangun.
Ketika aku
sedang memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi Kang Woo menatap
mataku yang hanya berjarak satu inci. “mian” tapi ia juga tidak bergerak,
hanyak menatapku jauh lebih dalam lagi. Seolah ia sedang menelusuri setiap
perasaan yang terpancar dari mataku.
Tiba-tiba
bel pulang sekolah berbunyi tepat diatas kepala kami, disudut ruangan.
“ah…mi…mianhae”
setelah mengucapkannya dengan terbata-bata ia membantuku berdiri.
“aku juga
minta maaf” ujarku dengan suara yang sangat pelan karena masih gugup.
“kajja,
kita pulang bersama” ia mengatakannya sambil berjalan beberapa langkah
didepanku. Aku mengikutinya tanpa mengatakan apapun. Hanya mengikuti naluriku.
Comments